FASAD BANGUNAN
Secara etimologis, kata fasad
atau facade (inggris) memiliki akar kata yang cukup panjang. Fasad berasal dari
bahasa prancis, yaitu facade atau faccia. facciata sendiri berasal dari bahasa
italia, sedangkaan faccia dalam bahasa latin yang diambil dari kata faccies dan
pada perkembangan nya menjadi face dalam bahasa inggris. face mengartikan wajah
atau muka, yaitu sisi
depan kepala manusia, demikian pula bagi sebuah bangunan.
Fasad adalah istilah arsitektur yang berarti tampak
depan bangunan yang umumnya menghadap ke arah jalan lingkungan. Fasad merupakan
wajah yang mencerminkan citra dan ekspresi dari seluruh bagian bangunan, bahkan
bisa menjadi jiwa bangunan.
Fasad menjadi salah satu kata serapan yang memperkaya
perbendaharaan bahasa indonesia. lebih dari itu, fasad sendiri memiliki esensi
yang sangat mendalam. Fasad adalah alat perekam sejarah peradaban manusia.
dengan mencermati desain fasad dari waktu ke waktu, dapat
dipelajari kondisi sosial budaya, kehidupan spiritual, bahkan
keadaan ekonomi dan politik yang berlaku pada saat itu.
Fasade sebagai bagian terluar dari arsitektur
bangunan, tampak eksterior akan menjadi bagian terdahulu yang paling kritis
serta rentan terhadap perubahan cuaca yang ekstrem dan cepat.
Fasad Bangunan Kota
Tua
Menurut
Krier (1988), facade berasal dari akar kata Latin facies, yang sama pula pengertiannya
dengan face dan appearance. Oleh karena itu, jika menyebutkan wajah dari suatu
bangunan, digantikan dengan istilah atau kata facade, terutama yang dimaksudkan
adalah bagian depan dari suatu bangunan yang menghadap ke jalan.
Fasade bangunan tampaknya masih merupakan elemen
arsitektural yang tidak hanya memenuhi keperluan-keperluan umum yang dianjurkan
oleh organisasi ruang-ruang yang berada dibaliknya.
Komposisi suatu façade,
dengan mempertimbangkan semua persyaratan fungsionalnya (jendela, pintu, sun shading, bidang atap) pada
prinsipnya dilakukan dengan menciptakan kesatuan yang harmonis dengan
menggunakan komposisi yang proporsional, unsur vertikal dan horisontal yang
terstruktur, material, warna dan elemen-elemen dekoratif. Hal lain yang tidak
kalah penting untuk mendapatkan perhatian yang lebih adalah proporsi
bukaan-bukaan, tinggi bangunan, prinsip perulangan, keseimbangan komposisi yang
baik, serta tema yang tercakup ke dalam variasi (Krier 1988:72).
Menurut Krier (1988:78) elemen-elemen arsitektur
pendukung façade, yaitu sebagai berikut :
1.
Pintu
Pintu memainkan
peranan yang menentukan dalam menghasilkan arah dan makna yang tepat pada suatu
ruang. Ukuran umum yang digunakan adalah perbandingan proporsi 1:2 atau 1:3.
Ukuran pintu selalu memiliki makna yang berbeda, misalnya pintu berukuran
pendek untuk masuk ke dalam ruangan yang lebih privat. Posisi sebuah pintu
dapat dipengaruhi oleh fungsi, bahkan pada batasan-batasan tertentu, yang
memiliki keharmonisan geometris dengan ruangan tersebut.
Pintu
kolonial
2.
Jendela
Beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam penataan jendela façade, yaitu sebagai berikut :
·
Proporsi geometris
façade
·
Penataan komposisi
·
Memperhatikan
keharmonisan proporsi geometri
· Karena distribusi
jendela pada façade, salah satu efek tertentu dapat dipertegas atau bahkan
dihilangkan
· Jendela dapat
bergabung dalam kelompok-kelompok kecil atau membagi façade dengan
elemen-elemen yang hampir terpisah dan membentuk simbol tertentu.
Jendela Kolonial
Tipe jendela dapat
diklasifikasikan ke dalam satu atau kombinasi dari beberapa tipe dasar terutama
dalam hubungannya dengan pengaturan aliran udara. Jendela dibagi ke dalam empat
kategori, yaitu sebagai berikut:
·
Tipe putar,
horisontal dan vertikal.
·
Tipe gantung, gantung
samping, atas, bawah.
·
Tipe lipat.
·
Tipe sorong/geser,
vertikal dan horizontal.
3.
Dinding
Elemen
fasade yang terdekat dengan pengguna bangunan adalah dinding bangunan.Bagian terluas
dari suatu fasade adalah dinding bangunan.Jadi dinding merupakan faktor penentu
utama penilaian terhadap eksistensi bangunan. Kriteria dan komponen penilaian
pada dinding bangunan adalah :
a. Proporsi Masif-Transparan pada Dinding
Komponen
ini memberikan penilaian efek visual yang ditampilkan oleh perbandingan pembukaan
(transparan) dan dinding tertutup (masif). Hal tersebut terlihat dari perbandingan-perbandingan
bukaan berupa jendela atau pintu tembus pandang (kaca) terhadap bidang dinding
yang masif.
b.
Efek Vertikalitas - Horisontalitas pada Dinding
Komponen ini memberikan penilaian
mengenai efek visual yang dihasilkan oleh konfigurasi unsur-unsur vertikal dan
horizontal dari bidang fasade, misalnya: pola perpetakan jendela/pintu,
proporsi jendela/pintu, atau konstruksi sunblinds.
c. Warna
Dinding
Pada dinding, warna akan sangat
berpengaruh terhadap tampilan fasade, karena memiliki porsi view paling besar
diantara elemen-elemen fasade yang lainnya. Oleh sebab itu kecenderungan warna
dinding pada suatu koridor juga disebutsalah satu penentu penataan fasade
bangunan.
d. Bahan Dindng
Yang
penting untuk digarisbawahi peran bahan dinding dalam konteks fasade bangunan adalah
bahan finishing pada dinding sama dengan tekstur, pemilihan bahan finishing pada
dinding juga dapat menimhulkan kesan yang sangat berbeda-beda bagi pengamat. Tekstur
kasar yang terkesan menjauhi, tekstur halus yang terkesan menjauhi, serta berbagai
macam sifat tekstur lainnya.
Dinding
Kolonial
4.
Atap
Atap bangunan merupakan elemen fasade yang berfungsi sebagai 'kepala'
bangunan. Pembentukan fasade secara umum, selalu mendahulukan kondisi skyline
sebagai orientasi ketinggian suatu bangunan, yang nantinya akan membentuk kesan
awal secara keseluruhan. Pada map bangunan terdapat tiga faktor yang menentukan
perancangan suatu fasade, yaitu :
a.
Bentuk Atap :
Hal pertama
yang terperhatikan dalam keserupaan adalah bentuk. Dan apabila keserupaan
bangunan terimplementasikan dalam konteks dinding bangunan, maka perhatian akan
jatuh pada bentuk atap. Bentuk atap menduduki prioritas bobot tertinggi dalam
pemilihan elemen atap bangunan, karena dalam pencahayaan rendah sekalipun,
bentuk masih tetap akan terlihat dalam bentuk siluet. Oleh sebab itu, peranan
bentuk atap dalam pembentukan kesan fasade yang ditampilkan' amatlah dominan.
b.
Kemiringan Atap
Kemiringan
atap masih sangat berhubungan erat dengan bentuk atap, untuk mendukung
perwujudan citra suatu fasade bangunan. Hanya saya, kemiringan atap memiliki
pilihan yang sangat beragam tidak seperti bentuk atap yang memiliki empat pilihan,
yaitu datar, pelana, perisai, dan kombinasi – sehingga perbedaan 10° dianggap sebagai
perbedaan yang tidak signifikan.
c.
Warna Atap
Seperti dinyatakan oleh Krier (1988), komposisi dari fasade bangunan
disamping berkenaan dengan persyaratan-persyaratan fungsional (jendela, pintu
masuk, blinds, dan atap)- pada intinya dilakukan dengan menciptakan kesatuan
yang harmonis, dengan menggunakan proporsi yang baik, vertikal dan horizontal
yang terstruktur; baik material, warna dan elemen-elemen dekoratif. Sehingga
warna dan bahan atap juga merupakan determinan yang diperhitungkan, meskipun
tidak setinggi bobot warna dan bahan pada dinding yang memang kedekatannya
dengan pengguna jalan (pedestrian) sangatlah tinggi.
d.
Bahan Atap
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa bahan akan bersifat sama
dengan tekstur pada konteks fasade. Hanya saja, karena sudut pandangan
pedestrian terhadap atap terlalu tinggi, maka bobot penilaian bahan atap-atap bangunan
tergolong rendah – meskipun masih cukup dianggap sebagai salah satu faktor
determinan fasade bangunan.
Atap
Kolonial
. 5.
Sun Shading
Façade beradaptasi
dengan cuaca karena adanya ornamen di atas tembok, yaitu teritisan atau biasa
disebut sun shading.
Menurut Lippsmeier
(1980:74-90) elemen façade dari sebuah bangunan yang sekaligus merupakan
komponen-komponen yang mempengaruhi façade bangunan adalah:
a. Atap
b. Dinding
c. Lantai
Pada prinsipnnya komposisi fasade dilakukan dengan
menciptakan kesatuan yang harmonis dengan menggunakan komposisi yang
proporsiornal, unsur vertikal dan horizontal yang terstruktur, material, warna,
dan elemen-elemen dekoratif. Hal ini yang tidak kalah penting untuk mendapatkan
perhatian yang lebih adalah proporsi, bukaan-bukaan, tinggi bangunan, prinsip
perulangan, keseimbangan komposisiyang baik, serta tema yang tercakup ke dalam
variasi (Krier, 1988:72).
Kesatuan yang harmonis antara lain dicapai dengan
prinsip-prinsip komposisi, yaitu adanya dominasi, perulangan, dan kesinambungan.
Pemakaian material, warna dan elemen-elemen dekoratif tertentu – dengan
berpijak pada karakteristik visual yang dimiliki bersama – akan memberikan
keterkaitan visual yang mewujudkan kesatuan desain. Tinggi keseluruhan bangunan
berkaitan dengan komposisi garis langit (skyline) antar bangunan yang dimunculkan.
Sedangkan unsur vertikal dan horizontal yang terstruktur berkenaan dengan
konfigurasi unsur-unsur bidang fasade, seperti jendela, pintu masuk dan sunblinds.
Ulasan tersebut di atas dirangkum untuk menghasilkan kriteria penataan
fasade yang mencakup :
·
Prinsip-prinsip komposisi
·
Penyelesaian akhir (bahan/material, warna, tekstur)
· Proporsi arsitektural fasade (perbandingan
bukaan-masif, vertikalitas horizontalitas, keterkaitan visual)
·
Pemakaian elemen dekoratif.